Budidaya Jahe Jadi Trend Dunia

Zovie, Petani Milenial yang Tergiur Jahe Merah

KUNINGAN – Tanaman herbal jahe merah memiliki banyak khasiat. Salah satunya bisa meningkatkan imunitas tubuh, sehingga menjadi primadona saat pandemi Covid-19, dan harganya yang stabil membuat para petani tergiur membudidayakannya.

Seperti yang dilakukan petani muda, Nadiawan Zovizal. Ia tertarik membudidayakan tanaman yang bernama latin Zingiber Officinale itu.

“Ini karena trend rempah yang sedang meningkat di seluruh dunia, selain itu adanya permintaan dari perusahaan, jadilah kita mulai ke pertanian jahe merah,” kata Zovi, warga Bandorasa Kulon, Kecamatan Cilimus, Kuningan, Jawa Barat.


Selain itu, sambung Zovi, tumbuhan rimpang Jahe Merah seringkali dibuat sebagai bahan minuman kesehatan, maka tak heran membuat harga rempah ini cukup menjanjikan.

Meskipun telah banyak petani mulai melirik usaha menanam jahe merah, namun menurut perhitungan pasar, jumlahnya belum bisa mencukupi permintaan.

Berlokasi di sebuah halaman sekira 20 bata, di Jalan Raya Bandorasa Kulon, Zovie (panggilannya) mengembangkan tanaman jahe merah dalam dua metode.

Pertama, ia menanam jahe tersebut di tempat polybag, dan yang kedua ia menanam langsung di tanah yang telah diolah terlebih dahulu.

“Ya, bermula dari trend jahe merah yang meningkat di dunia akibat dibutuhkan karena adanya pandemi. Saat masyarakat  sudah mulai sadar akan manfaat dari rempah-rempah khas Indonesia ini, saya mencoba mengembangkan tanaman jahe, ” ungkapnya, dikutip sin.co.id.

Selain sebagai pengembangan usaha (bisnis), Zovie menekuni bidang pertanian dengan harapan bisa menjadi contoh bagi generasi muda lainnya di Kuningan yang mencintai bidang pertanian.

“Kami mengajak kaum muda untuk turun tangan ke bidang pertanian, karena bidang ini sangat memberi manfaat bagi masyarakat,” ujarnya.

Semakin hari, tambahnya, kian jarang generasi muda yang serius menekuni bidang pertanian.

“Mereka kebanyakan lebih tertarik kerja kantoran. Lantas siapa yang akan meneruskan bapak-bapak petani ke depannya?” katanya.

Sistem pengolahan tanah, media tanam dan pemupukan (perawatan tanaman), ia mengklaim semuanya memakai bahan organik. Jahe merah yang dihasilkannya pun nantinya adalah berupa jahe organik.

Dalam luasan lahan yang dimilikinya, ya menanam 2.500 tanaman. Dengan dua jenis media tanam itu, ia memanfaatkan media tanam sekam bakar, gedebog pisang dan campuran tanah dengan pupuk organik.

“Dari eksperimen yang kami akukan antara media polybag dan bedengan, ternyata dari segi efisiensi dan hasilnya, terlihat yang media polibag ini lebih baik,” dia menjelaskan. Keunggulannya, kata Zovie, adalah efisiensi lahan yang bisa menampung jumlah tanaman yang banyak dalam lahan yang tidak begitu besar.

Bicara pemasaran, Zovie menyebutkan, sudah menjalin kerja sama dengan sebuah perusahaan yang telah siap menampung hasil komoditas jahe yang ditanamnya.

“Kebetulan kami sudah menjalin kerja sama dengan satu perusahaan yang siap menampung jahe kami. Mereka bisa mengekspornya. Ini kan daurnya sepuluh bulan, saat ini baru enam bulan, nanti panen sudah ada yang nampung, ” ujarnya.

Peneliti Pertanian Organik Kuningan yang pernah mendapat penghargaan dari Pemkab Kuningan, Sulistio Ipac, sangat mendukung langkah yang dilakukan Zovie.

Orang-orang seperti Zovie ini, menurutnya harus mendapat dukungan, karena bisa menumbuhkan petani-petani muda di Kabupaten Kuningan.

“Kami dorong dia dalam bentuk masukan dan tips-tips bertani agar hasilnya bisa baik. Semoga ke depan muncul petani-petani muda yang bisa mengembangkan hasil-hasil pertanian Kuningan, ” kata Tio. (*/cr3)