Berkunjung ke Bromo Forest di Tosari, Kabupaten Pasuruan

Naik balon udara sambil menikmati suasana alam menjadi salah satu sensasi yang diburu para pengunjung Bromo Forest. (ZUBAIDILLAH/JAWA POS RADAR BROMO)

Bicara pariwisata di Kabupaten Pasuruan tak lagi melulu tentang Bromo. Kini bermunculan destinasi baru yang bisa menjadi jujukan alternatif. Salah satunya adalah Bromo Forest.

—

DENYUT pariwisata kawasan Tosari di kawasan Bromo wilayah Pasuruan kini semakin menggeliat. Makin banyak objek wisata yang berdiri di sana. Konsep yang ditawarkan pun beragam.


Salah satu objek baru yang tengah booming adalah Bromo Forest di Kecamatan Tosari. Berawal dari hutan, kini kawasan tersebut telah disulap menjadi taman tematik yang eksotis dan sarat spot selfie.

Kini destinasi tersebut mulai berhasil mencuri perhatian para pelancong. Tak sedikit di antara mereka yang menjadikannya sebagai jujukan rutin. Salah satunya adalah Sassy, 16, warga asli Pasuruan. ”Sudah 3 kali ke sini dan selalu suka karena lokasi dan tamannya yang bagus dan hawanya yang sejuk,” terangnya. Selain itu, banyaknya spot yang bagus menjadi daya tarik tersendiri baginya untuk ber-selfie dan mengunggahnya ke sosial media.

Cerita serupa disampaikan Priyo Wijayanto, 56. Warga Banjarmasin tersebut bahkan datang sekeluarga. Selain lokasinya yang bagus, hawa sejuk yang ditawarkan Bromo Forest jadi daya tarik yang dicari pengunjung. ”Terutama warga kota yang biasanya kena macet dan polusi. Bromo Forest sangat tenang dan berhawa sejuk. Hal inilah yang dicari,” ujarnya, dilansir JawaPos.com.

Bromo Forest terhitung baru empat tahun dibuka. Awalnya lokasi itu hanyalah salah satu hutan milik Perhutani. Dan akhirnya pada 2014, disepakati sebuah kerja sama antara Pemerintah Desa Baledono, Kecamatan Tosari, dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Perhutani untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai tempat wisata.

Nama yang dipilih adalah Bromo Forest. Sesuai dengan artinya, hutan yang berada di kawasan Bromo. Dalam tempo dua tahun, ide tersebut lantas diwujudkan. Pembangunannya menggunakan anggaran desa dan corporate social responsibility (CSR) dari perusahaan.

Tepat pada Desember 2016, destinasi tersebut lantas dibuka untuk umum. Isinya, ada taman bunga, kafe, spot-spot selfie, dan fasilitas lainnya. Destinasi tersebut dikelola desa. ”Ada 4 hektare lahan Perhutani. Namun, sementara masih 2 hektare yang dimanfaatkan,” terang Kepala Desa Baledono Mas Prapto.

Tiket masuk ke destinasi wisata tersebut cukup terjangkau, berlaku sama untuk wisatawan lokal maupun mancanegara. Dan dibuka setiap hari. Dari tiket itu, pelancong sudah bisa menikmati aneka wahana dan spot selfie seperti sepeda pancal layang, ayunan, jembatan gantung kayu, balon udara, dan spot selfie lainnya.

Meski sudah jadi jujukan wisatawan, Mas Prapto menyebutkan bahwa Bromo Forest masih perlu berinovasi lagi. ”Kendati sudah ada taman dan spot selfie, tetapi masih butuh pengembangan agar Bromo Forest juga makin diminati wisatawan yang lewat,” katanya.

Destinasi tersebut bakal dilengkapi dengan edukasi peternakan. Dengan demikian, pengunjung bisa belajar memerah sapi di lokasi.

Jadi Sumber Ekonomi Baru Warga

Keberadaan Bromo Forest cukup membawa dampak positif. Bukan hanya bagi dunia pariwisata di Pasuruan, perekonomian desa setempat juga ikut menggeliat. Warga ikut merasakan manfaatnya.

Mas Prapto, Kades Baledono, menyatakan, sebagian warga desa telah direkrut menjadi karyawan untuk ikut mengelola Bromo Forest. ”Imbas pandemi ini, pengunjung memang masih terbatas sehingga belum maksimal,” terangnya.

Selain itu, fasilitas pelengkap di Bromo Forest membuat potensi perekonomian desa jadi lebih meningkat. Saat ini sudah ada pengembangan yang dilakukan. Salah satunya, sewa kuda dari masyarakat sekitar.

Di tengah Bromo Forest, ada beberapa taman tematik seperti taman stroberi, ketela pohon, dan aneka sayur. Di sekitarnya, ada kafe outdoor yang tengah dikembangkan. Dengan demikian, pengunjung tidak hanya bisa menikmati taman, tapi juga bisa bersantai di sana. ”Untuk kafe, juga bisa digunakan untuk tempat rapat dan kumpul-kumpul. Selain itu, ada lesehan khas Tengger. Untuk lesehan, lebih santai di ruangan terbuka,” terangnya.

Keunggulan-keunggulan itulah yang membuat Bromo Forest cepat dikenal. Para pengunjung betah berlama-lama di sana. Namun, di tengah pandemi ini, protokol kesehatan memang ketat diberlakukan.

Desa Baledono juga tengah getol mengembangkan objek lain di luar Bromo Forest. Di antaranya, petik sayur, natural Bromo, dan camping ground.

Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Pasuruan Gunawan Wicaksono menyatakan, bermunculannya desa wisata seperti Bromo Forest merupakan bentuk dari kepedulian masyarakat untuk mengembangkan sektor pariwisata. ”Kami sangat mengapresiasi munculnya desa wisata, apalagi yang memiliki konsep wisata alam. Di tengah pandemi Covid-19, wisata alam lebih bisa ditoleransi karena lebih luas sehingga protokol kesehatan lebih mudah dilakukan,” terangnya.

Selain itu, munculnya desa wisata bisa meningkatkan ekonomi warga sekitar. ”Semakin banyak yang berkunjung, pasti membutuhkan makan, minum, atau membeli sesuatu. Di sinilah letak pertumbuhan ekonominya,” jelasnya. (***)