Pembatasan Pengambilan Gambar, Herman Angkat Bicara

Herman Haeruddin.

MAJENE – Kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam kebebasan pers adalah kegiatan yang sangat membantu masyarakat untuk memperjuangkan haknya.

Profesi seorang wartawan sangat mengesankan terhadap kepentingan publik untuk umat manusia dan merupakan agen kebenaran di tengah hiruk pikuk di negara.

Pekerjaan wartawan sangat mulia dan Ibadah jika dijalankan secara profesional untuk menyampaikan informasi yang benar dan sebagai mitra dalam menegakan demokrasi.


Namun kemerdekaan pers khususnya di Kabupaten Majene dipandang masih perlu untuk terus disosialisasikan.

Hal ini dituturkan Herman Haeruddin atas keprihatinannya terhadap sejumlah awak media karena mendapat pembatasan yang hendak mengambil gambar dalam area kegiatan Gema takbir di Pelataran Gedung Boyang Assamalewuang Majene pada malam 1 Syawal 1445 Hijriyah.

Dijelaskan, jika merujuk pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 4, Wartawan adalah orang yang teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik, dan dinyatakan bahwa dalam melaksanakan profesi wartawan mendapat perlindungan hukum.

“Merujuk pada pasal 4 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dinyatakan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Apalagi kegiatan ini semarak syiar Islam dan sejalan dengan slogan Pemerintah Kabupaten Majene, yaitu Majene Unggul, Mandiri dan Religius,” papar Dosen STIT AL Chaeriyah Mamuju itu.

Pada malam 1 Syawal 1445 Hijriyah, beberapa awak media yang bertugas di seputaran pelataran Gedung Woyang Assamalewuang Majene merasa kecewa lantaran tidak diperbolehkan mengambil gambar di dalam garis pada kegiatan Gema Takbir.

Seperti disampaikan salat satu anggota Prokopim Majene. “Ya tidak bisa masuk, karena para awak media akan lalu lalang di dihadapan para pejabat yang sedang hadir,” tuturnya.

Anehnya, pengakuan atas pelarangan masuk awak media tidak menyebutkan arahan siapa, padahal kegiatan Gema Takbir seperti biasanya sifatnya terbuka. (hfd)