Menyiapkan Tondano Jadi Arena Olahraga Internasional

Lebih 1.000 wisatawan per bulan datang menikmati kesejukan udara sekitar Danau Tondano. Upaya mengembalikan pamor dan pesona danau vulkanik, yang merupakan rumah ikan endemik bernama payangka, tengah gencar dilakukan.

Sulawesi Utara bukan hanya terkenal karena Taman Nasional Bunaken. Provinsi dengan moto Si Tou Tumou Tou itu juga memiliki objek wisata cantik lainnya, salah satunya adalah Danau Tondano.

Letaknya di Kabupaten Minahasa atau sekitar 36 kilometer perjalanan darat dari Manado, ibu kota provinsi. Sebuah jalan provinsi melingkari danau dan menghubungkannya dengan Kota Manado, Kecamatan Tondano Timur, Kecamatan Eris, Kecamatan Kakas, Kecamatan Remboken, dan Kecamatan Tondano Selatan.


Danau seluas 4.278 hektare atau panjang sekira 11 km dan lebar 5 km itu diapit oleh Gunung Kaweang, Gunung Lembean, Gunung Masarang, dan Bukit Tampusu. Itulah sebabnya kawasan di sekitar danau berhawa sejuk, ditambah lagi lokasinya yang berada di ketinggian sekitar 684 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Permukaan air danau berwarna biru jernih dan beraliran tenang ditambah lansekap sekeliling berupa perbukitan dan pegunungan menghadirkan keindahan tersendiri. Sekitar 300 meter dari tepian danau terdapat pulau kecil berukuran 100 meter x 30 meter bernama Pulau Likri.

Pantas saja jika pengelana besar asal Jerman, Johann Friedrich Riedel, jatuh hati dibuatnya saat pertama kali menginjakkan kaki di Danau Tondano pada 1831 lampau. “Di hadapan kami telah terbentang danau biru Tondano. Dia dikelilingi oleh pegunungan hijau di setiap sudut mata memandang,” ungkap Riedel saat kali pertama melihat danau vulkanik terluas di Sulut tersebut.

Penulis Reinhold Grundemann pun merekam pengalaman Riedel itu ke dalam bukunya Johann Friedrich Riedel: ein Lebensbild aus der Minahassa auf Celebes yang diterbitkan pada 1873.

Bukan saja Riedel dan Grundemann yang bersaksi akan keindahan Danau Tondano. Koran De Indische Courant pada edisi terbitan 25 Mei 1937 pun memuatnya. Menurut peliputnya, meski hanya berjalan kaki atau menaiki sepeda, kita dapat dengan mudah berkeliling di tepian danau.

“Jika berada di Tondano tidak pergi ke Danau Tondano, sulit untuk mengatakan sudah mengunjungi tempat ini. Di sepanjang pinggiran danau orang dapat melakukan perjalanan yang menyenangkan,” tulis mereka.

Pada masa itu, sangat mudah melihat orang-orang berenang di tepian danau. Apalagi hingga 1934 titik terdalam danau sudah sekitar 40 meter di bawah permukaan air. Rumah-rumah warga pun tampak mengelilingi danau ditingkahi oleh hamparan sawah luas membentang. Tak sedikit pula penduduk yang membangun rumah hingga ke lereng pegunungan di sekitar Danau Tondano.

Biota air di danau ini tak kalah menariknya karena terdapat banyak spesies ikan seperti mujair (Oreochromis mossambicus), gurame (Osphronemus goramy), tawes (Barbonymus gonionotus), dan lobster air tawar. Terdapat pula ikan endemik Danau Tondano bernama payangka yang memiliki kemampuan bereproduksi sangat tinggi dan melakukannya sepanjang tahun, utamanya terjadi di bulan Juni, September, dan Desember.

Setiap ikan bernama latin Ophieleotoris aporos ini sekali reproduksi mampu menghasilkan 30.000-60.000 telur. Ikan berukuran 10 sentimeter saat dewasa ini menjadi buruan masyarakat Tondano karena kelembutan dagingnya. Akibatnya, populasi payangka mulai terancam.

Pemerintah setempat mulai meminta masyarakat untuk tidak menangkap secara besar-besaran payangka, terutama memakai jaring pukat. Bukan itu saja ancaman yang dihadapi oleh Danau Tondano karena 20 persen permukaan airnya saat ini tertutupi oleh tumbuhan eceng gondok (Eichhornia crassipes).

Euthalia Hanggarai Sittadewi, seorang peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pernah meneliti danau ini pada 2008 dan menemukan, eceng gondok telah membuat banyak flora dan fauna mati.

Selain itu, mengakibatkan terjadinya sedimentasi di dasar danau. Akibatnya, terjadi pendangkalan secara cepat dalam kurun 90 tahun terakhir. Pada 1974, kedalaman danau masih di kisaran 28 meter dan semakin dangkal tinggal 13,5 meter pada 2020 lalu.

Pendangkalan turut disumbang oleh melubernya lumpur dari lereng-lereng perbukitan menuju danau akibat terbawa banjir dan longsor dari 12 sungai yang bermuara di Danau Tondano.

 

Revitalisasi Danau

Otoritas setempat bukannya tidak tahu, mereka justru terus bergerak untuk mencegah agar Danau Tondano tetap menjalankan fungsinya sebagai penyedia air bersih, sumber irigasi, perikanan, dan objek wisata utama di Sulut.

Selain itu, danau tersebut juga turut menyokong ketersediaan air sebagai sumber energi bagi beberapa pembangkit listrik di dalam sistem jaringan kelistrikan Sulut dan Gorontalo.

Menurut Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi I, I Komang Sudana, seperti dikutip dari Antara, pihaknya melakukan revitalisasi di sempadan danau dengan memberi batas. Tujuannya untuk meminimalkan aktivitas atau kegiatan yang ikut mempengaruhi penyusutan luasan danau. Bentuknya berupa tanggul sepanjang 8,4 km mengitari tepian danau yang dapat dimanfaatkan sebagai area publik. Sekaligus sebagai pencegah abrasi dan sedimentasi.

Program revitalisasi lainnya adalah pengangkatan gulma eceng gondok yang telah berkembang sebagai gulma dan mengganggu ekosistem di sekitar danau. Bahkan sejak 2019, pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Minahasa mengerahkan puluhan warga dari 20 desa di sekitar danau untuk membersihkan gulma setiap hari dibantu oleh pihak Kodam XIII/Merdeka.

Mengutip keterangan Penerangan Kodam XIII/Merdeka beberapa waktu lalu, mereka mengerahkan sekitar 500 prajurit untuk membersihkan eceng gondok.

Bupati Minahasa Royke Octavian Roring bahkan sempat berkunjung kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono untuk meminta dukungan bagi penanganan Danau Tondano termasuk peningkatan kualitas jalan lingkar di sekitar danau. Terakhir, adanya upaya dari Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Minahasa untuk membangkitkan pamor Danau Tondano dengan membawa perhelatan Asian International Waterski and Wakeboard Fest 2023.

Kejuaraan ski air tingkat Asia ini akan diadakan di Danau Tondano, November 2023 diikuti sekitar 100 atlet nasional dari 13 negara, di antaranya, Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Iran, Malaysia, Kuwait, dan Uni Emirat Arab.

Presiden IWWF Asia Paul Fong juga telah meninjau bakal lokasi lomba di Danau Tondano, April 2023 lalu. Semoga saja seluruh upaya dari otoritas di Sulut mampu mengembalikan pesona Danau Tondano seperti yang dikagumi oleh Riedel di masa lampau.

Penulis: Anton Setiawan