Ilustrasi ekspor
JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) memproyeksikan kinerja ekspor pada 2021 akan lebih baik dibandingkan dengan 2020. Keyakinan itu karena didorong perekonomian global yang akan tumbuh di masa pemulihan.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kemendag Oke Nurwan mengatakan, mengutip World Economic Outlook yang dirilis International Monetary Fund (IMF), bahwa perekonomian dunia bisa tumbuh 5,2 persen 2021 setelah diramal terkoreksi 4,4 persen pada 2020.
“Dengan dimulainya vaksinasi di sejumlah negara seperti Amerika Serikat tentu akan menambah optimisme Covid-19 akan cepat diatasi sehingga kegiatan ekonomi dan perdagangan dapat terakselerasi,” kata Oke, kemarin (27/12).
Dengan begitu, permintaan ekspor produk RI juga akan kembali menggeliat. Selain itu, pasar utama seperti Cina, Jepang, dan Amerika Serikat pun telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang lebih cepat. Ketiga negara tersebut tercatat berkontribusi sebesar 41,5 persen terhadap total nilai ekspor Indonesia ke dunia selama Januari-November 2020.
“Kenaikan harga energi akan kembali meningkatkan kinerja ekspor Indonesia, terutama batu bara yang memiliki kontribusi relatif besar terhadap total ekspor,” ujarnya.
Lanjut dia, bahwa permintaan pada produk ekspor RI yang membaik dan harga komoditas yang terjaga bakal kembali membawa neraca dagang ke posisi surplus. “Secara historis defisit neraca perdagangan terjadi karena tingginya defisit sektor migas. Sementara nonmigas selalu surplus,” ucap Oke.
Secara terpisah, Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan, bahwa sumbangan ekspor terhadap PDB Indonesia terbilang rendah dibandingkan dengan negara anggota Asean lainnya.
Data Bank Dunia menunjukkan kontribusi ekspor barang dan jasa Indonesia dalam lima tahun terakhir cenderung turun dari 21,16 persen pada 2015 menjadi 18,40 persen pada 2019. Kondisi ini kontras dengan kontribusi ekspor Vietnam yang naik drastis dari 89,77 persen pada 2015 menjadi 106,79 persen pada 2019.
“Memang menjadi sumber pertumbuhan tetapi perlu diingat bahwa Indonesia tidak terlalu tergantung pada ekspor. Kemungkinan sampai tahun depan pada masa pemulihan, ekspor pun belum bisa jadi andalan. Makanya negara yang mengandalkan ekspor juga masih mengalami kesulitan,” kata Yose.
Yose pun memberi catatan bahwa aktivitas ekspor Indonesia tidak bisa lepas dari kegiatan impor karena lebih dari 70 persen produk yang diimpor merupakan bahan baku atau penolong. Dia berpendapat impor untuk golongan barang ini perlu dijamin demi menjaga kinerja ekspor.
“Pemerintah mengampanyekan untuk memperbanyak menggunakan produk dalam negeri. Seperti itu tidak apa. Namun jangan sampai merestriksi bahan baku untuk produksi dan ekspor. Jika demikian justru ekspor bisa tercekik dan tidak bisa naik,” lanjutnya.
Dikatakan, salah satu upaya untuk menjamin ekspor tetap naik adalah dengan menjaga daya saing produk Indonesia melalui aktivitas produksi yang efisien. Salah satu cara untuk mencapai efisiensi, yakni dengan memastikan akses bahan baku tidak dipersulit.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan 2019-2020 Agus Suparmanto menargetkan ekspor nonmigas Indonesia akan mencapai USD180 miliar pada 2021 yang didorong oleh perbaikan ekonomi global akibat terdistribusinya vaksin dan penanganan Covid-19 yang lebih baik.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pun sebelumnya menyampaikan bahwa kinerja ekspor akan menjadi salah sumber pertumbuhan ekonomi RI hingga 4,8 persen sampai 5,8 persen pada 2021. (din/fin)