Rekrutmen Guru PNS Ditiadakan

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) memutuskan, untuk tidak membuka formasi calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk posisi guru pada 2021.

Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana menyatakan, bahwa pemerintah hanya berencana membuka 1 juta formasi guru berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) pada 2021.


“Ke depan mungkin kami tidak akan menerima guru dengan status CPNS, tapi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja,” kata Bima di Jakarta, Rabu (30/12).

Bima mengatakan, terjadinya ketidakseimbangan sistem distribusi guru antardaerah secara nasional selama 20 tahun terakhir ini disebabkan, karena pemerintah membuka formasi guru untuk seleksi CPNS.

“Karena kalau PNS, setelah mereka bertugas empat sampai lima tahun, biasanya mereka ingin pindah lokasi dan itu menghancurkan kemudian sistem distribusi guru secara nasional,” ungkapnya.

Selama 20 tahun itu juga, kata Bima, BKN berupaya keras menyelesaikan persoalan distribusi guru tersebut. Tapi, penyelesaiannya tidak pernah berhasil, karena formasi CPNS untuk guru masih terus saja dibuka.

“Jadi ke depan, sistemnya akan diubah menjadi PPPK,” ujarnya.

Bima menjelaskan, bahwa PPPK dan PNS setara dari segi jabatan. Perbedaan kedua aparatur sipil negara (ASN) itu hanya soal ada atau tidaknya fasilitas tunjangan pensiun.

“Setara, hanya bedanya kalau PNS mendapatkan (tunjangan) pensiun, PPPK tidak mendapatkan (tunjangan) pensiun,” terangnya.

Namun, lanjut Bima, BKN juga tengah mengupayakan untuk membicarakan persoalan itu kepada PT Taspen. Harapannya, PPPK pun bisa menerima tunjangan pensiun seperti PNS.

“Jadi kami sudah berdiskusi dengan PT Taspen, jika memang PPPK ingin, maka bisa dipotong iuran pensiunnya. Sehingga berhak juga mendapatkan tunjangan pensiun. Itu sedang dalam pembicaraan,” jelasnya.

Menanggapi kebijakan itu, Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) menilai, bahwa rencana pemerintah meniadakan rekrutmen guru PNS mulai 2021 berpotensi menyalahi aturan. Khususnya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Dalam UU tersebut disebutkan, ada dua macam kategori ASN, yakni PNS dan PPPK. Jika pemerintah pusat hanya membuka PPPK, maka kami memertanyakan mengenai nasib rekrutmen guru PNS,” kata Kabid Advokasi Guru P2G Iman Z Haeri.

Iman juga mempertanyakan, mengapa hanya profesi guru yang tidak dibuka rekrutmen PNS. Sedangkan, profesi lain seperti dosen, analis kebijakan, dan dokter masih dibuka lowongan PNS.

“Ini keputusan yang sangat tidak berkeadilan dan melukai para guru honorer dan calon guru,” ujarnya.

Menurut Iman, selain berpotensi menyalahi UU ASN, P2G menilai ada dugaan kuat pemerintah pusat ingin lepas tanggung jawab dari kewajiban untuk mensejahterakan guru.

“Mana ada guru PNS bergaji Rp500 – Rp800 ribu per bulan, seperti yang dialami guru honorer bertahun-tahun. Ya jelas saja, para guru honorer dan calon guru bermimpi menjadi PNS sebab kesejahteraan dan masa tuanya dijamin negara,” tuturnya.

P2G menilai, jika keputusan tidak merekrut guru PNS hanya berlaku untuk formasi tahun 2021, masih bisa diterima. Sebab, sebelumnya juga pernah dilakukan moratorium terhadap penerimaan PNS, yang kemudian dibuka kembali pada 2018.

“Tapi jika keputusan tersebut bersifat permanen, dimulai 2021 sampai tahun-tahun berikutnya negara tak lagi membuka rekrutmen Guru PNS, di sini letak masalahnya,” kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim.

Satriwan meminta, pemerintah tidak menutup mata tentang fakta tingginya animo anak-anak bangsa menjadi guru PNS. Apalagi, para guru honorer, yang sudah mengabdi lama di sekolah dan mendidik anak bangsa.

“Mereka bermimpi menjadi guru PNS agar kesejahteraan hidupnya meningkat dan terjamin oleh negara,” kata dia.

Menurut Satriwan, keputusan ini akan memadamkan nyala api semangat guru honorer. “Impian para guru honorer sederhana, hanya ingin menjadi guru PNS dan mengabdi untuk pendidikan nasional,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda meminta, rekrutmen sejuta tenaga pendidik dengan skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada 2021 diperpanjang.

Pasalnya, sehari jelang masa pendaftaran ditutup, baru ada 174.077 formasi guru PPPK yang diusulkan pemerintah daerah (pemda). Jumlah ini masih jauh dari target program yakni merekrut satu juta guru honorer menjadi PPPK.

“Minimnya usulan ini lantaran Pemda masih ragu untuk mengajukan formasi kebutuhan guru. Sebab, dikhawatirkan akan membebani keuangan daerah,” kata Huda.

Sebab selama ini, kata Huda, beban gaji dan tunjangan dari Aparatur Sipil Negara (ASN) daerah, baik dari unsur PNS maupun PPPK, memang menjadi beban pemda. Dengan pembukaan rekrutmen satu juta guru PPPK, pemda khawatir akan semakin memperberat beban APBD.

“Padahal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah menegaskan jika sejuta guru honorer yang direkrut dengan skema PPPK nantinya akan ditanggung oleh pemerintah pusat, baik dari segi gaji dan tunjangannya,” jelasnya.

Selain itu, lanjut Huda, minimnya sosialisasi tentang rencana rekrutmen satu juta guru PPPK menjadi pemicu keengganan pemda mengajukan formasi kebutuhan guru ke pemerintah pusat. Menurutnya, pemda tidak menerima secara utuh informasi program ini, termasuk siapa pihak yang menanggung beban gaji dan tunjangan guru PPPK.

“Kami menilai ada problem komunikasi sehingga program yang begitu strategis tidak mendapatkan respons semestinya dari pemerintah daerah. Padahal kita tahu betapa para guru honorer sangat berharap bisa segera diangkat sebagai ASN,” pungkasnya. (der/fin)