Gempa di Majene dan Mamuju Kurang Lazim dan Aneh


JAKARTA – Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan, gempa bumi yang terjadi di Majene dan Mamuju, Sulawesi Barat, tergolong kurang lazim dan agak aneh. Sebab, gempa bumi yang terjadi di dua kabupaten tersebut miskin gempa susulan.

“Fenomena ini agak aneh dan kurang lazim. Gempa kuat di kerak dangkal (shallow crustal earthquake) dengan magnitudo 6,2 mestinya diikuti banyak aktivitas gempa susulan,” ujar Daryono, Seperti yang telah dilansir MNC Portal Indonesia, Minggu (17/1/2021).

“Akan tetapi hasil monitoring BMKG menunjukkan hingga hari kedua pasca terjadinya Gempa Utama magnitudo 6,2 hingga saat ini baru terjadi 23 kali gempa susulan,” sambungnya.


Daryono membandingkan gempa berkekuatan besar yang terjadi di Sulawesi Barat dengan daerah lainnya. Dimana, kata Daryono, biasanya gempa berkekuatan besar akan selalu diikuti banyak gempa gempa susulan. Namun, fenomena tersebut berbeda dengan gempa di Majene dan Mamuju.

“Jika kita bandingkan dengan kejadian gempa lain sebelumnya dengan kekuatan yang hampir sama, biasanya pada hari kedua sudah terjadi gempa susulan sangat banyak, bahkan sudah dapat mencapai jumlah sekitar 100 gempa susulan,” paparnya.

Daryono belum mengetahui dengan pasti penyebab minimnya gempa susulan di Majene dan Mamuju. Kemungkinan, kata Daryono, minimnya gempa susulan karena proses disipasi atau justru akumulasi dari gempa sebelumnya.

“Apakah fenomena rendahnya produksi aftershocks di Majene ini disebabkan karena telah terjadi proses disipasi, dimana medan tegangan di zona gempa sudah habis sehingga kondisi tektonik kemudian menjadi stabil dan kembali normal?,” ungkap Daryono.

“Atau justru malah sebaliknya, dengan minimnya aktivitas gempa susulan ini menandakan masih tersimpannya medan tegangan yang belum rilis, sehingga masih memungkinkn terjadinya gempa signifikan nanti? Fenomena ini membuat kita menaruh curiga, sehingga lebih baik kita patut waspada,” imbuhnya.

Daryono menjelaskan, perilaku gempa memang sulit diprediksi dan menyimpan banyak ketidakpastian. Oleh karenanya, BMKG baru dapat mengkaji secara spasial dan temporal. “Akan tetapi, untuk mengetahui besarnya medan tegangan riil dan perubahannya pada kulit bumi masih sulit dilakukan,” kata Daryono.

Sekadar informasi, gempa berkekuatan magnitudo 6,2 mengguncang Majene, SulBar pada Jumat, 15 Januari 2021, sekira pukul 02.28 WIB, dini hari. Sebelumnya, Majene juga telah diguncang gempa berkekuatan magnitudo 5,9 pada Kamis 14 Januari 2021, siang hari pukul 13.35 WIB.

Hingga, Sabtu, 16 Januari 2021, pukul 06.32.55 WIB, pagi, wilayah Majene dan Mamuju kembali diguncang gempa susulan dengan magnitudo 4,8. Gempa ini adalah gempa ke-32 yang terjadi sejak terjadinya gempa pembuka pada Kamis, 14 Januari 2021.

“Jika mencermati aktivitas gempa Majene saat ini, tampak produktivitas gempa susulannya sangat rendah. Padahal stasiun seismik BMKG sudah cukup baik sebarannya di daerah tersebut. Sehingga gempa-gempa kecil pun akan dapat terekam dengan baik. Namun hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa gempa Majene ini memang miskin gempa susulan (lack of aftershocks),” pungkasnya.