Beleid Baru Pemanfaatan Teknologi Penangkap Karbon

Pemerintah Indonesia menerbitkan aturan pemanfaatan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon pada kegiatan hulu migas.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM nomor 2 tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Migas. Beleid yang diteken pada 2 Maret 2023 itu merupakan salah satu upaya pemerintah mewujudkan kegiatan hulu migas rendah emisi dan mendorong peningkatan produksi migas.

“CCS/CCUS atau penangkapan dan penyimpanan karbon serta kegiatan penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon merupakan hal baru bagi Indonesia. Sehingga, penyusunan regulasinya dilakukan mulai dari perancangan hingga tahap implementasi,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji, melalui siaran pers, 10 Maret 2023.


Pertimbangan dalam penyusunan aturan ini adalah Indonesia memiliki formasi geologis yang dapat digunakan untuk menyimpan emisi karbon secara permanen melalui penggunaan teknologi dalam kegiatan (CCS/CCUS).

Pemanfaatan CCS/CCUS dapat mendukung upaya pencapaian target komitmen nasional bagi penanganan perubahan iklim global dalam rangka mencapai tujuan Persetujuan Paris atas Konvensi Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim menuju arah pembangunan rendah emisi gas rumah kaca dan berketahanan iklim pada 2050.

Mengenai pelaksanaan CCS/CCUS pada wilayah kerja hulu migas, terdapat empat fokus yang diatur dalam peraturan baru itu. Yaitu, aspek teknis, skenario bisnis, aspek legal, dan aspek ekonomi.

Terkait aspek teknis, ada dua hal penting yang diatur dalam aturan tersebut. Pertama, capture, transport, injection, storage, sampai dengan monitoring measurementreporting, dan verification.  Kedua, menggunakan standar dan kaidah-kaidah keteknikan yang baik berdasarkan karakteristik masing-masing lokasi.

Sementara itu, mengenai skenario bisnis, dinyatakan dilakukan berdasarkan kontrak kerja sama pada wilayah kerja migas. Selain itu, sumber karbon dioksida (CO2) tidak hanya dari migas, melainkan juga dari industri lain (khusus CCUS) melalui mekanisme B-to-B dengan kontraktor wilayah kerja migas.

Selanjutnya, yang diatur dalam aspek legal adalah usulan kegiatan CCS/CCUS oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) menjadi bagian dari plan of development (PoD). Selain itu, kegiatan monitoring dilakukan sampai dengan 10 tahun, setelah penyelesaian penutupan kegiatan CCS/CCUS.

Lebih jauh, diatur pula mengenai pengalihan tanggung jawab ke pemerintah dan sebagainya. Yang terakhir, yakni aspek ekonomi, mengatur tentang pendanaan pihak lain, potensi monetisasi karbon kredit berdasarkan Peraturan Presiden nomor 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Aturan yang juga ada pada bagian ini adalah tentang perlakuan terhadap potensi hasil monetisasi penyelenggaraan CCS/CCUS.

Penulis: Eri Sutrisno