Ahli Jelaskan Efikasi 65,3 Persen Vaksin Sinovac, Benarkah Manjur?

ILUSTRASI. Hasil riset tim uji klinis fase 3 vaksin Sinovac dalam laporan analisis interim menunjukkan nilai efikasi 65,3 persen. (Noel Celis/AFP)

JAKARTA – Hasil riset tim uji klinis fase 3 vaksin Sinovac dalam laporan analisis interim menunjukkan nilai efikasi 65,3 persen. Sedangkan angka efikasi di Turki 91,25 persen dan di Brasil 78 persen. Apakah ini artinya vaksin Covid-19 Sinovac di Indonesia hanya manjur 65,3 persen? Dan sisanya atau 35 persen, masih bisa terinfeksi Covid-19?

Apalagi jika dibandingkan dengan vaksin Barat dari Pfizer dan Moderna, nilai efikasinya di atas 90 persen. Masyarakat masih bertanya-tanya dan ragu tentang efektivitas vaksin asal Tiongkok, Sinovac.

JawaPos.com bertanya kepada Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Ahli Vaksin (Internist & Vaccinologis) dari inHarmony Clinic, dr. Kristoforus HD, SpPD, Selasa (12/1). Menurutnya, memang sekilas tampaknya seolah-olah kita masih punya risiko 35 persen tertular Covid-19. Namun itu tentu jauh lebih baik daripada tak aman sama sekali.


“Tapi tentu itu jauh lebih baik daripada risiko 100 persen kan? Apalagi hasil ini masih berdasar interim analysis (data 3 bulan setelah penyuntikan awal, semacam quick count pada pemilu. Jadi data belum final sebetulnya,” kata dr. Kristoforus.

Vaksin dengan efikasi 65,3 persen dalam uji klinis, bukan berarti memiliki kemanjuran 65,3 persen. Namun, angka ini menunjukkan adanya penurunan 65,3 persen kasus penyakit pada kelompok yang divaksinasi dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi (atau plasebo). Dan itu didapatkan dalam suatu uji klinik yang kondisinya terkontrol.

Sebagai contoh, bilamana uji klinis Sinovac di Bandung melibatkan 1.600 orang, maka seharusnya terdapat 800 subyek yang menerima vaksin, dan 800 subyek yang mendapatkan placebo (vaksin kosong). Nah, dimisalkan dari kelompok yang divaksin ada 26 orang yang terkena Covid selama masa penelitian ini (3,25 persen), sedangkan dari kelompok placebo (vaksin kosong) ada 75 orang yang terkena Covid (9,4 persen), maka cara kita menghitung efikasi dari vaksin tersebut dari angka2 ini adalah (9,4 persen dikurangi 3,25 persen ) dibagi 9,4 persen dikali 100 persen. Maka hasilnya 65,3 persen.

Jadi yang menentukan adalah perbandingan antara kelompok yang divaksin dengan kelompok yang tidak. Efikasi ini merupakan angka yang didapat dari penelitian yang terkontrol. Artinya, angka ini mencerminkan kondisi yang diatur dalam protokol penelitiannya dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor.  Misal dari tingkat risiko infeksi tempat uji, karakteristik subjek ujinya, pola kesehatan masyarakat.

Jika subyek ujinya adalah kelompok risiko tinggi, maka kemungkinan kelompok placebo akan lebih banyak yang terpapar, sehingga perhitungan efikasinya menjadi meningkat. Jadi misalnya pada kelompok vaksin ada 26 yang terinfeksi, sedangkan kelompok placebo bertambah menjadi 120 yang terinfeksi, maka efikasinya menjadi 78,3 persen.

Apakah efikasi 65,3 persen bisa menekan kasus?

Penurunan kejadian infeksi sebesar 65,3 persen secara populasi tentu akan sangat bermakna dan memiliki dampak ikutan yang panjang. Katakanlah dari 100 juta penduduk Indonesia, jika tanpa vaksinasi ada 8,6 juta yang bisa terinfeksi. Dan jika program vaksinasi berhasil hanya ada 3 juta penduduk yang terinfeksi. Jadi ada 5,6 juta kejadian infeksi yang dapat dicegah.

Mencegah 5 juta kejadian infeksi tentu sudah sangat bermakna dalam penyediaan fasilitas perawatan kesehatan. Belum lagi secara tidak langsung bisa mencegah penularan lebih jauh bagi orang-orang yang tidak mendapatkan vaksin, yaitu jika dapat mencapai kekebalan komunal atau herd immunity.

Hal senada diungkapkan Juru Bicara Vaksin Covid-19 dari BPOM dr. Rizka Andalusia. Dia menjelaskan, angka 65,3 persen dihitung berdasarkan jumlah relawan terinfeksi. Efikasi rate, dari subjek di Bandung yakni 1.600 orang, dengan interim analisis perhitungan terdapat 25 kasus terinfeksi Covid-19.

“Angka 65,3 persen itu, 25 kasus terinfeksi. Ini berdasarkan laporan interim analisis,” katanya dalam konferensi pers virtual, Senin (11/1).

Setelah ini, tim akan memantau efektivitas dalam 6 bulan setelah vaksinasi. Jika nanti didapatkan jumlah kasus terinfeksi Covid-19 lagi, maka akan dihitung lagi efikasinya.

“Benar, nanti jika kita dapatkan kasus-kasus terinfeksi lagi, kita kalkulate lagi dari vaksin. Akan lakukan perhitungan yang sama,” jelasnya.

Angka efikasi itu juga bisa dipengaruhi oleh faktor kepatuhan subjek yang mematuhi protokol kesehatan setelah divaksin. Maka wajib tetap memakai masker dan menjaga jarak setelah divaksin Covid-19 sampai kekebalan herd immunity tercipta. (***)