Kolaborasi G20, Semangat Bangkit dari Krisis

Menteri Keuangan Sri Mulyani berharap, negara-negara G20 melanjutkan semangat berkolaborasi dan bekerja sama.

Komunike sejumlah isu menyambut pertemuan puncak para kepala negara G20 pada November 2022, dalam rangka Presidensi G20 Indonesia, semakin dimatangkan. Baik itu di tingkat deputi maupun menteri keuangan dan gubernur bank sentral.

Dalam rangka itu, pada jalur keuangan (finance track), selama dua hari, yakni Jumat (15/7/2022) dan Sabtu (16/4/2022), telah diadakan pertemuan pada tataran level menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20. Mereka mengadakan pertemuan ketiga finance minister and Central Bank Governors’ (FMCBG) negara G20 secara hibrida di Nusa Dua, Bali.


Pertemuan itu merupakan lanjutan dari pertemuan sebelumnya, yang telah diselenggarakan pada Februari 2022 di Jakarta dan April 2022 di Washington DC. Pertemuan FMCBG yang berlangsung selama dua hari itu sebelumnya didahalui pertemuan para deputi yang juga dilaksanakan secara hibrida pada 13-14 Juli 2022 di lokasi yang sama.

Pada pertemuan dalam rangka Presidensi G20 Indonesia yang berlangsung di Nusa Dua, Bali itu dihadiri secara fisik oleh delegasi asing yang dengan jumlah terbesar pascawabah pandemi Covid-19. Mereka adalah orang yang berpengaruh pada perekonomian dunia.

Menurut penyelenggara, secara akumulatif sebanyak 407 delegasi asing hadir secara fisik di Bali dan 120 delegasi hadir secara virtual. Sebanyak 18 menteri keuangan dan 11 gubernur bank sentral hadir secara fisik.

Adapun 18 menteri keuangan delegasi G20 yang hadir, antara lain, Menteri Keuangan Afrika Selatan, Menteri Keuangan Amerika Serikat, Menteri Keuangan Arab Saudi, Menteri Keuangan Australia, Menteri Keuangan India, Menteri Keuangan Italia, Menteri Keuangan Jerman, Menteri Keuangan Jepang, Menteri Keuangan Prancis, Menteri Keuangan Tukri, Menteri Keuangan Uni Eropa, Menteri Keuangan Belanda.

Sementara itu, 11 gubernur bank sentral yang hadir yakni berasal dari Afrika Selatan, Arab Saudi, Australia, Belanda, India, Indonesia, Inggris, Jepang, Jerman, Korea Selatan, dan Prancis.

Harus diakui, kehadiran mayoritas negara G20, negara terundang dan organisasi internasional secara fisik di Bali menunjukkan keseriusan dan komitmen global untuk mendukung Presidensi G20 Indonesia. Wajar saja, mereka hadir karena berharap pertemuan itu bisa melahirkan komunike yang mendorong ekonomi global mencapai pemulihan bersama yang lebih kuat, di tengah meningkatnya tantangan.

Setidaknya ada lima topik utama yang dibahas para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20. Pertama, strategi keluar (exit strategy) dari Covid-19 untuk stabilitas keuangan dan scaring effects dan lembaga keuangan nonbank (NBFI).

Kedua, risiko keuangan terkait iklim. Ketiga, aset kripto. Keempat, inklusi dan digitalisasi keuangan. Kelima, inisiatif mengatasi kesenjangan data baru (data gaps inisiative/DGI).

Pada topik pertama, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, Dewan Stabilitas Keuangan (Financial Stability Board/FSB)  terus berkoordinasi secara internasional dalam menangani masalah regulasi dan pengawasan keuangan melalui langkah-langkah respons Covid-19 dan memantau perkembangan untuk mendukung pemulihan global dan menjaga stabilitas keuangan.

“Sebagaimana diamanatkan oleh FMCBG pada Februari 2022, FSB telah menyampaikan laporan sementara tentang strategi keluar Covid-19 dan scaring effects di sektor keuangan yang menguraikan praktik yang efektif dan memberikan rekomendasi kebijakan di sektor keuangan untuk mencapai pemerataan, pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif,” tuturnya.

 Pandangan Kritis

Pada pertemuan kali ini, tambah Perry, diharapkan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 dapat memberikan pandangan kritis mengenai strategi tersebut untuk disampaikan ke KTT G20.

Selain itu, Gubernur Bank Indonesia itu menambahkan, dalam pertemuan itu diharapkan pula ada penyampaian pandangan mengenai program prioritas lain di FSB, khususnya dalam mengatasi kerentanan di NBFI. Sementara itu, topik kedua membahas mengenai risiko keuangan terkait iklim, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara G20 diharapkan dapat memberikan pandangan untuk mempercepat penerapan peta jalan yang telah disusun oleh FSB dalam rangka mengatasi risiko keuangan dari perubahan iklim.

Pada Juli 2021, FSB telah menerbitkan Peta Jalan komprehensif untuk mengatasi risiko keuangan terkait iklim. Setahun setelah implementasinya, FSB telah menyampaikan laporan kemajuan implementasi peta jalan, yang berfokus pada empat blok bangunan, yaitu pengungkapan, data, analisis kerentanan, dan pendekatan regulasi dan pengawasan.

Selain beberapa pembahasan di atas, pertemuan ketiga para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (FMCBG), kembali menghasilkan tambahan negara-negara yang menyatakan komitmennya berkontribusi pada pembentukan dana perantara keuangan (Financial Intermediary Fund/FIF) untuk kesiapsiagaan, pencegahan, dan respons (preparedness, prevention, and response/PPR) pandemi.

Pada kesempatan itu, Italia, Tiongkok, Uni Emirat Arab, Jepang, dan Korea Selatan menyusul memberikan komitmen kontribusinya pada FIF. Dengan demikian, jumlah dana yang saat ini terhimpun berada di kisaran USD1,28 miliar.

Artinya, jumlah dana yang terhimpun itu naik sekitar USD0,18 miliar dari pertemuan sebelumnya. Direncanakan FIF akan mulai beroperasi penuh tahun ini dengan Bank Dunia sebagai Wali Amanat dan WHO sebagai pendukung utamanya.

“Jadi kita sepakat bahwa kita perlu melanjutkan semangat dalam kolaborasi dan kerja sama. Itulah semangat G20 yang menurut saya sangat kita banggakan, dan masih bisa dipertahankan,” ungkap Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers, di Nusa Dua, Bali, Sabtu (16/7/2022).

Hasil positif lain yang didapat dari pertemuan kali ini ialah adanya kesadaran dari tiap negara G20 untuk bekerja sama keluar dari krisis ekonomi. Beberapa di antaranya berkaitan dengan keberlanjutan infrastruktur, ketahanan pangan, hingga ekonomi dan keuangan digital.

Meski pertemuan FMCBG, berakhir tanpa komunike atau pernyataan bersama, beberapa keputusan yang disepakati sedikit banyak menunjukkan keberhasilan Indonesia dalam menyatukan berbagai pandangan dunia. Sri Mulyani menegaskan, hal tersebut bukan berarti pertemuan di Bali itu gagal. Melainkan, Indonesia menghormati semua pandangan yang berkembang dalam pertemuan.

“Ini adalah situasi yang menantang dan sulit karena ketegangan politik. Jadi kami sangat menyadari konteksnya, bagaimana sebenarnya kami melakukan dan mendorong dan menyelenggarakan pertemuan ini,” ujarnya.

Sedianya, selaku tuan rumah, Indonesia telah menyediakan 14 paragraf chair summary yang akan diusulkan sebagai komunike. Dari 14 paragraf itu, terdapat 2 paragraf yang gagal mendapat kesepakatan dari tiap anggota negara G20.

Dua paragraf yang tidak mendapatkan kesepakatan bulat itu berkaitan dengan ketegangan politik dan pendirian masing-masing negara anggota. “Tentu saja kami benar-benar menempatkan itu dalam konteks bahwa di satu sisi ini mencerminkan semua pandangan anggota ini dan di sisi lain ada masalah yang belum bisa mereka rekonsiliasi,” kata Sri Mulyani. (***)