JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus meminta agar rencana pembatalan penghapusan Tenaga Honorer jangan hanya sebatas angin surga jelang Pemilu 2024.
Karena itu, ia meminta Menteri Perencanaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Abdullah Azwar Anas, untuk segera merealisasikan permintaan Presiden untuk tidak melakukan penghapusan tenaga honorer itu.
“Tolong juga kebijakan yang transparan, jangan ini hanya angin surga karena kita akan menghadapi Pemilu, Jangan begini Pak. Kami proporsional dalam menyikapi itu walaupun kami ini adalah politisi. Harus jelas mau dibawa kemana para non ASN sebagaimana yang dijanjikan oleh pemerintah,” jelas Guspardi dalam Rapat Kerja (Raker) dengan MenPAN-RB, di Ruang Rapat Komisi II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (10/4/2023).
Menurut Guspardi, dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang memandati penghapusan tenaga honorer sampai tenggat 28 November 2023, membuat pemerintah masuk ke dalam keadaan yang sulit.
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014, PP Nomor 49 Tahun 2018 ini kan menjadi (buah) Simalakama bagi pemerintah pusat. Di mana pada pasal 96 dinyatakan bahwa PPK dan pejabat lain dilarang untuk melakukan pengangkatan di luar Non ASN dan P3K. Di satu sisi, di PP ini mengatakan bahwa yang 2018 ke bawah itu dinyatakan bahwa pegawai Non ASN (honorer) masih dapat bekerja sampai dengan 2023,” tambahnya.
Selain itu, Politisi Fraksi PAN itu meragukan jumlah 2,3 juta tenaga honorer, yang dinilainya data tersebut belum valid. Karena, menurutnya, masih ada sebagian instansi yang belum menyerahkan data tenaga honorernya ke KemenPAN-RB. Menurutnya, validasi data penting demi menentukan arah kebijakan yang benar pula.
“Validitasnya sampai detik ini saya katakan juga belum pas. Walaupun Bapak mengatakan 2,3 juta orang lebih (tenaga honorer). Ini bisa saya konfirmasi kepada Bapak, ketika Bapak menyampaikan kepada kami ada surat edaran yang Bapak sampaikan kepada seluruh institusi, baik pemerintah pusat maupun daerah ada yang tidak menjawab,” ungkapnya. (frs,we/rdn)