Pungli Dana BOSP, Polres Majene Tetapkan SB Jadi Tersangka

Kapolres Majene AKBP Toni Sugadri memperlihatkan barang bukti saat memimpin press release di ruang data Mapolres Majene.

MAJENE – Supervisi dilakukan agar pengelolaan dan pelaporan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sesuai petunjuk dan teknis (Juknis) yang telah ditentukan dan menghindari adanya penyimpangan serta tidak bertentangan dengan hukum.

Dana BOS yang ditujukan untuk setiap sekolah guna memperingan orang tua atau wali murid, jika terdapat penyelewengan dana BOS yang dilakukan pihak sekolah atau lainnya maka bersangkutan akan berurusan dengan hukum.

Seperti yang dirasakan inisial SB (40), setelah ditetapkan menjadi tersangka karena diduga melakukan pemerasan jabatan atau pungutan liar (Pungli) terkait dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) di tingkat SD dan SMP Kabupaten Majene.


Unit Tipidkor Sat Reskrim Polres Majene menetapkan tersangka SB seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjabat sebagai Koordinator Data Dana BOSP pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Majene.

Hal ini terungkap saat Kapolres Majene AKBP Toni Sugadri memimpin press release didampingi Kasat Reskrim AKP Budi Adi, Kasi Humas Iptu Suyuti dan Kanit Tipidkor Ipda Aulia Usmin di ruang Data Polres Majene, Jumat (25/10/2024).

AKBP Toni Sugadri mengungkapkan, pungli dana BOSP berlangsung sejak Februari hingga April 2024 di ruangan Tim BOSP Disdikpora Majene atau tempat lainnya di wilayah hukum Polres Majene.

“Tersangka SB meminta 1 persen dari dana BOSP yang dicairkan para bendahara SD dan SMP se-Kabupaten Majene, dengan alasan akan digunakan untuk Tipidkor dan Kejaksaan. Namun, hasil penyidikan menunjukkan bahwa dana digunakan tersangka untuk kepentingan pribadi, termasuk kebutuhan sehari-hari dan judi online,” terangnya.

Adapun modus operandi tersangka SB meminta setiap bendahara dan kepala sekolah untuk menyerahkan 1 persen dari total dana BOSP yang diterima. “Jika tidak dihentikan, tindakan ini berpotensi menimbulkan kerugian negara yang lebih besar, mengingat total anggaran BOSP untuk 172 SD dan 38 SMP di Majene mencapai Rp25.265.500.000. Dengan pungutan 1 persen, kerugian yang ditaksir adalah Rp250.265.500,” rincinya.

Berdasarkan penyelidikan lanjutnya, pungli yang dilakukan tersangka SB mencapai total Rp38.230.000, yang dikumpulkan dari berbagai satuan pendidikan di wilayah Majene.

“Unit Tipidkor Polres Majene telah menyita sejumlah barang bukti dari tersangka,” sebutnya.

Berikut barang bukti: 3 (tiga) rangkap rekening koran Bank BRI dan 1 (satu) lembar Rekening Koran Bank Sulselbar atas nama Tersangka;

– 1 (satu) rangkap data penyaluran dana bos reguler SD dan SMP Tahap I Gel. I tahun 2024 Kab. Majene yang dibuat oleh Tersangka;
– 1 (satu) Unit Laptop Merek Lenovo IdeaPad S145 Warna hitam;
– 1 (satu) Unit Handphone Merek Samsung Galaxy A13 Warna Abu-abu Hitam.

– Surat Rekomendasi Pencairan Dana BOSP dan Rekening Koran Dana BOSP;
– Surat Keputusan Kepala Sekolah dan Bendahara Dana BOSP;
– 1 (satu) buah buku catatan pengembalian uang kepada sekolah.

– Surat Keputusan Pengangkatan PNS atas Nama tersangka.
– Surat Keputusan kenaikan Pangkat Gel. II D atas Nama tersangka.
– Slip Gaji Bulan Mei 2024 s.d Bulan Juni 2024 atas Nama Tersangka;
– Uang Tunai Rp. 4.800.000,- (empat juta delapan ratus ribu rupiah) Dari Tersangka.

– Uang Tunai Rp. 5.275.000,- (lima juta dua ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) Dari Kepala Sekolah dan Bendahara Dana BOSP.
– Uang Tunai Rp. 28.155.000,- (dua puluh delapan juta seratus lima puluh lima ribu rupiah) yang diserahkan oleh Tersangka dan telah dilakukan Penyitaan.

Tersangka SB terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) Subs Pasal 3 Subs Pasal 12 Huruf e Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). (hfd)