PLN Menjawab Tuntutan Kebutuhan Energi Terbarukan

Tujuan restrukturisasi PLN adalah mengefisienkan perubahan kebutuhan energi ke depan, dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT).

Konsolidasi perusahaan pelat merah atau BUMN terus dilakukan Erick Tohir, komandan Kementerian BUMN. Pada Rabu (21/9/2022), kementerian itu kembali membentuk holding dan subholding PLN yang berjumlah empat subholding.

Pembentukan holding dan subholding di sektor kelistrikan tentu bisa dipahami. Tuntutan kebutuhan terhadap efisiensi dan gerak usaha yang lebih luwes, serta tuntutan perubahan kebutuhan energi ke depan menjadi tantangan bagi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk berubah.


Dalam konteks holdingisasi di perusahaan listrik pelat merah hanyalah sebuah istilah, yang merujuk pada penggabungan pelbagai perusahaan di bawah satu perusahaan induk. Nah, itu yang terjadi di PLN, ada satu perusahaan holding dan empat perusahaan subholding.

Berkaitan pembentukan holding dan subholding PLN, Menteri BUMN Erick Tohir menjamin hal itu bukan ditujukan untuk meliberalisasi kelistrikan nasional. Melainkan, kata dia, lebih kepada mengefisienkan perubahan dari kebutuhan energi ke depan dari yang semula menggunakan energi fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT).

“Mau gak mau akan berubah menjadi EBT. Mereka harus benar-benar berkonsolidasi dan fokus. Jangan sampai nanti capex atau investasi dari PLN, mereka hanya terpaku atau konsisten di energi yang sudah ditinggalkan,” ujar Erick Thohir.

Erick berharap, perusahaan setrum negara itu segera bertransformasi. Menurut Dirut PLN Darmawan Prasodjo, sesuai dengan arahan Menteri BUMN, dirinya diminta untuk melakukan inovasi dan transformasi di tubuh PLN. Adapun transformasi 4.0 adalah perubahan struktur organisasi dalam bentuk holdingsubholding.

Dalam konteks pembentukan holding dan subholding, Darmawan menjelaskan, PLN pusat akan bertindak sebagai holding diikuti oleh anak-anak usahanya yang menjadi subholding. Adapun subholding PLN adalah subholding pembangkitan—PT Indonesia Power dan PT PLN Nusantara Power. Subholding energi primer masing-masing PT PLN Energi Primer, Coal Mining Company, Gas Midstream Company, Logistic Coal Company.

Berikutnya subholding yang bergerak di energi baru dan terbarukan (Renewable Energy/RNE), dan subholding Beyond Kilowatt Power yang bergerak dan entitas usaha di layanan internet, PLN market place, EV charging dan baterai swab, superaplikasi PLN/PLN Mobile.

Program Holdingisasi

Tak dipungkiri, transformasi dan konsolidasi sudah menjadi sebuah tuntutan bisnis ke depan. Erick Tohir selalu menyuarakan dirinya akan terus melakukan konsolidasi sejumlah BUMN, maupun anak-cucu BUMN. “Banyaknya jumlah BUMN dan anak-cucu selama ini tak memberikan jaminan dari sisi keuntungan yang didapat,” ujar Erick.

Oleh karena itu, sejak menjabat Menteri BUMN, sudah ada beberapa holding yang terbentuk, yaitu holding BUMN perkebunan di bawah PT Perkebunan Nusantara III (Persero), holding BUMN kehutanan di bawah Perum Perhutani, holding BUMN pupuk di bawah PT Pupuk Indonesia (Persero), holding BUMN semen di bawah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, holding BUMN pertambangan di bawah PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), dan holding BUMN migas di bawah PT Pertamina (Persero).

Bisa jadi, setelah pembentukan holding PLN dan subholding-nya, Erick Tohir tidak akan berhenti pada poin tersebut. Kementerian BUMN bisa jadi terus menciptakan holding-holding baru dan bahkan superholding.

Memang beberapa waktu lalu sempat muncul pemikiran agar pemerintah membentuk satu entitas superholding BUMN, yang terinspirasi dari BUMN negara tetangga, seperti Singapura, Temasek, dan Malaysia, Khazanah Nasional Berhad, yang berhasil menjadikan perusahaan saling bersinergi, bahkan berkelas global.

“Yang namanya transformasi tidak selesai sekarang. Dari total 108 BUMN, kami telah konsolidasi menjadi 41 BUMN. Ke depan, kami sudah mulai bikin cetak biru menjadi lebih efisien, hanya 30 BUMN. Jumlahnya yang banyak enggak menjamin perusahaan untung,” ujar Menteri Erick.

Menteri Erick mencontohkan, hanya 11 BUMN yang berhasil memberikan dividen dari 108 BUMN. Begitu pula, ketika jumlahnya dirampingkan menjadi 41 BUMN, tetap saja hanya ada 11 BUMN yang memberikan kontribusi dividen kepada negara.

“Kalau nanti 30 BUMN yang kasih dividen 20 kan lebih bagus, itu kenapa konsolidasi itu penting? Ya tujuannya supaya makin efektif dan efisien,” ucap Erick.

Wajar saja, dari sekian BUMN yang dikelola Kementerian BUMN, kementerian itu pun optimitis sejumlah BUMN itu diharapkan mampu mencetak laba Rp144 triliun tahun ini, naik 14,28 persen dibandingkan pencapaian laba tahun lalu.

Kembali berkaitan dengan pembentukan holding dan subholding PLN, “Dengan pembentukan holding dan subholding ini, bisnis PLN lebih efisien, utilisasi aset bisa lebih optimal. Kami juga bangun yang jauh lebih fit dalam menghadapi tantangan zaman,” ujar Darmawan optimistis.

Tentu masyarakat sangat berharap banyak dengan perubahan organisasi di tubuh PLN. Ketergantungan PLN pada independent power producer (IPP) bakal makin berkurang setelah pembentukan holding dan subholding PLN.

Artinya, PLN akan lebih fokus mengelola aset pembangkit yang selama ini tidak terkonsolidasi dengan efektif. Selain itu, melalui restrukturisasi dan konsolidasi, PLN dapat melakukan efisiensi untuk penyediaan dan pasokan listrik ke depan.

Dengan demikian, pasokan dan ketersediaan listrik tetap terjamin, baik bagi kepentingan bisnis maupun masyarakat luas dengan tarif yang terjangkau bagi masyarakat. Melalui restrukturisasi, PLN ke depan akan lebih lincah penangkap setiap peluang yang ada, termasuk bisnis masa depan, energi baru dan terbarukan.

Penulis: Firman Hidranto