Mengintip Pemanfataan Teknologi Informasi di Perbatasan Amerika Serikat – Kanada

Deputi Bidang Pelayanan Publik Diah Natalisa saat melakukan benchmarking terkait pelayanan publik di bidang pengelolaan perbatasan Amerika Serikat – Kanada pada Rabu, (09/11).

NEW YORK – Pelayanan publik pada perbatasan negara merupakan hal yang krusial karena merupakan gerbang utama kehadiran negara. Untuk mempelajari bagaimana pelayanan perbatasan yang baik, Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi (PANRB) Diah Natalisa berkesempatan mengunjungi perbatasan Amerika Serikat – Kanada pada Rabu, (09/11).

Kunjungan tersebut dilakukan pada Rainbow Bridge, salah satu perbatasan yang terletak di daerah Niagara Falls, Buffalo, New York, yang dikelola oleh US Customs and Border Protection (CBP). Disini, pelayanan perbatasan telah memanfaatkan teknologi informasi dalam melayani masyarakat yang ingin melintas batas negara.

“Kami mempelajari bagaimana penerapan teknologi informasi di layanan perbatasan, karena mampu memangkas waktu dalam proses validasi dan pengecekan antar-warganegara yang melintas,” ungkap Deputi Diah saat melakukan benchmarking terkait pelayanan publik dibidang pengelolaan perbatasan tersebut.


Diah menyampaikan Indonesia sebagai negara maritim berbatasan dengan sepuluh negara, dimana terdapat tujuh negara yang berbatasan laut dan tiga negara berbatasan darat. Terdapat tiga jenis pintu masuk dan keluar antarnegara, yakni bandara untuk penyeberangan udara dan pelabuhan internasional untuk penyeberangan air. Sedangkan untuk perlintasan darat, terdapat delapan Pos Pemeriksaan Perbatasan.

Perbatasan negara juga tidak luput dari masalah, seperti sengketa batas wilayah, penyelundupan dan perdagangan ilegal, hingga migrasi ilegal. Hal ini juga ditengarai akibat kurangnya infrastruktur di perbatasan untuk menangani masalah tersebut.

“Kami berharap dapat mengimplementasikan penerapan teknologi informasi dalam proses layanan perbatasan, sebagaimana diterapkan oleh Amerika Serikat,” lanjutnya.

Dalam kunjungan itu, Assistant Area Port Director Rainbow Bridge Thomas Rusert menyampaikan bahwa CBP sejak 2003 hadir sebagai badan keamanan perbatasan komprehensif terpadu mengambil pendekatan komprehensif untuk pengelolaan dan kontrol perbatasan. Hal ini dilakukan dengan menggabungkan bea cukai, imigrasi, keamanan perbatasan, dan perlindungan pertanian.

“Untuk mendukung hal tersebut, US CBP memanfaatkan penggunaan teknologi informasi yang sangat membantu dalam mengintegrasikan berbagai layanan di perbatasan. Karena, setiap tahunnya, CBP Rainbow Bridge ini melayani hampir 5.000 orang, baik dengan kendaraan maupun pejalan kaki yang keluar masuk Amerika Serikat dan Kanada,” ujar Thomas Rusert.

Bagi mereka yang ingin melintasi perbatasan kedua negara tersebut, cukup menunjukkan data informasi yang diperlukan dan pengecekan dilakukan secara elektronik dalam hitungan menit. Masyarakat juga dapat dengan mudah mengakses informasi terkait dengan tata cara melintas antarnegara yang telah dipublikasikan melalui berbagai media.

Dalam pemberian pelayanan, CBP telah menggunakan teknologi terintegrasi Land Border Integration (LBI) untuk pengecekan kendaraan dan barang melintas yang diciptakan untuk meningkatkan keamanan perbatasan. Teknologi tersebut antara lain License Plate Readers (LPR), Radio-Frequency Identification Readers (RFID), Vehicle Primary Client (VPC), dan Cargo X-Ray Scanning Portal.

LBI dirancang untuk meningkatkan langkah-langkah keamanan pada pejalan kaki, kendaraan, dan pemrosesan pos pemeriksaan barang pada Patroli Perbatasan. Selain itu, juga terdapat inovasi Reporting Offsite Arrival Mobile (ROAM), yakni inovasi teknologi remote inspeksi yang bisa diakses oleh masyarakat yang menggunakan kapal ketika berlabuh melalui aplikasi, dimana kedatangan bisa dilacak secara virtual.

Selain itu, pos perbatasan juga memainkan peranan dalam menunjang perekonomian serta pariwisata dalam memudahkan akses layanan, terutama ketika musim libur. Hal ini dilakukan dengan melakukan koordinasi, baik dengan Amerika Serikat maupun Kanada, terkait dengan kemudahan proses melintas antarnegara.

Thomas menambahkan bahwa CBP menyediakan layanan dalam berbagai bahasa serta layanan penunjang kaum disabilitas untuk mengakomodir pelayanan untuk masyarakat yang beragam. CBP juga memiliki berbagai kanal pengaduan yang dapat diakses melalui website dan telepon.

“Melalui integrasi teknologi ini, kinerja pelayanan di perbatasan dapat meningkat dan terjadi pengurangan biaya dalam proses operasional, sehingga tercipta pelayanan yang memudahkan bagi warga yang ingin melintas dari dan ke Amerika Serikat dan Kanada,” pungkas Thomas. (ald/HUMAS MENPANRB)