Mendayung Menerobos Amukan Badai COVID-19 #4

Oleh: Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

SETELAH istri dan anak-anak penulis yakini mampu mengendalikan pikiran dan psikologis mereka, penulis memberitahu keluarga yang lain, baik yang di Wonogiri maupun yang di Sumatera Barat.

Sebelumnya, sebagai Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI (KI Pusat), penulis telah melaporkan kepada Ketua KI Pusat, Bapak Gede Narayana, tentang kondisi penulis dan memberitahu beliau kalau penulis sudah meminta kepada Kepala Bagian Umum Sekretariat KI Pusat, Ibu Nunik, untuk malakukan test swab PCR kepada seluruh unsur pimpinan, staf, dan karyawan di lingkungan KI Pusat.


Penulis menekankan kepada Ibu Nunik agar infornasi penulis positif COVID-19 diberitahukan kepada seluruh unsur pimpinan, staf, dan karyawan KI Pusat sebagai Informasi Serta Merta, informasi yang begitu diketahui seketika itu juga harus disampaikan.

Keserta-mertaan ini penulis tekankan agar semenjak saat itu seluruh unsur pimpinan, staf, dan karyawan bisa langsung melaksanakan protokol kesehatan sebagai orang yang kontak langsung dengan pasien positif COVID-19. Supaya seluruhnya dapat melaksanakan protokol kesehatan ketat dan menjaga jarak dengan siapapun, khususnya dengan anggota keluarga serumah, sampai hasil swap PCR mereka keluar.

Hal ini penulis anggap sangat penting untuk meminimalisir dan mengendalikan penyebaran virus COVID-19 yang berawal dari tubuh penulis tersebut.

Alhamdulillah, beberapa sahabat di KI Pusat memberitahu penulis, semenjak itu mereka sangat ketat menjalankan protokol kesehatan, khusunya di rumah. Tidak berkumpul dengan anak istri (suami) sambil menunggu jadwal swab PCR dan hasilnya. Bahkan ada yang memutuskan tidak kembali ke rumah sampai ada kejelasan hasil swab PCR yang bersangkutan.

*

Hal berikutnya yang muncul dalam pikiran penulis adalah apakah memberitahu atau tidak memberitahu publik tentang kondisi penulis yang terkonfirmasi positif COVID-19.

Inilah topik diskusi penulis dan istri berikutnya dalam video call pasca anak-anak dan keluarga diberitahu. Bagaimanapun, penulis menginginkan keputusan menutup atau membuka informasi ini merupakan keputusan bersama antara penulis dan istri serta anak pertama yang sudah mulai beranjak dewasa.

*

Pertimbangan Kemanusiaan

Semenjak virus COVID-19 masuk ke dalam tubuh penulis, memasuki masa inkubasi, sampai didapatkan hasil swab PCR penulis yang mengkonfirmasi kalau penulis positif COVID-19 entah berapa banyak orang yang sudah kontak dan berinteraksi dengan penulis.

Boleh jadi di antara mereka ada yang sudah tertular dari penulis namun tidak menunjukan gejala sehingga tetap berintetaksi normal dengan siapapun, baik di lingkungan kerja maupun keluarga. Padahal virus COVID-19 sudah mulai berkembang dalan tubuhnya dan bahkan mungkin sudah memasuki tahap dapat menularkan juga. Begitu seterusnya.

Itu dari segi penularannya. Bagaimana dari sisi probabilitas peluang kesembuhan bagi yang mungkin sudah tertular dari penulis tersebut? Bagaimana peluang kesembuhannya jika seandainya penulis terbuka atau tertutup tentang informasi penulis terkonfirmasi positif COVID-19?

Beberapa dokter sahabat penulis yang jauh hari sebelum penulis positif COVID-19 pernah bercerita kalau peluang kesembuhan pasien positif COVID-19 sangat erat kaitannya juga dengan kecepatan waktu penanganan semenjak terpapar pertama kali.

Semakin cepat tertangani maka peluang sembuh makin besar karena virus COVID-19 belum berkembang biak dengan jumlah yang sangat merusak organ-organ dalam, khusunya organ paru-paru. Tidak memerlukan antobodi dengan jumlah banyak dan treatment obat-obat yang sangat khusus, dan juga tidak memerlukan treatmen alat kesehatan (seprti pemasangan ventilator) untuk sembuh.

Salah seorang dokter sahabat penulis tersebut pernah mengatakan bahwa ketika seseorang diserang virus COVID-19 maka kita berkejar-kejar dengan waktu dengan intensitas sangat tinggi karena boleh jadi pasien tersebut bisa negatif setelah perawatan namun organ dalam, seperti paru-parunya, sudah terlanjur mengalami kerusakan, kerusakan banyak atau sedikit.

Sehingga kalau seorang yang terpapar virus COVID-19 dapat segera diketahui dan ditangani maka dampak kepada organ dalam akan sangat-sangat dapat dikendalikan. Itulah pentingnya kecepatan informasi dan perawatan seseorang yang terkonfirmasi positif COVID-19.

Pertimbangan pengendalian penularan dan pengendalian dampak pada organ orang yang mungkin tertular dari penulis itulah yang menjadi pertimbangan kemanusiaaan penulis dan diamini istri untuk membuka atau menutup informasi penulis poaitif COVID-19, disamping pertimbangan potensi penulis, istri, dan anak-anak akan dibully dan distigma tentunya.

*

Tanggung Jawab Sumpah Jabatan

Penulis pernah memberikan penafsiran tentang hubungan Sumpah Jabatan pejabat publik yang digaji negara dengan kewajiban pejabat publik tersebut membuka informasi jika pejabat tersebut terkonfirmasi positif COVID-19.

Tentu saja penulis tidak punya pretensi bahwa tafsir penulis tersebut sebagai tafsir kebenaran satu-satunya. Dan tentu saja juga tidak mengikat siapapun untuk menjalankan tafsir penulis tersebut.

Namun tafsir tersebut memiliki implikasi serius kepada penulis. Penulis berpandangan bahwa ketika seseorang memberikan tafsir atas suatu maka tasfir tersebut otomatis menjadi hukum bagi yang bersangkutan sepanjang yang bersangkutan masih belum merevisi tafsirnya tersebut.

Tidak bisa seseorang menafsirkan suatu norma hukum begini dan begitu serta melakukan penilaian terhadap perilaku orang lain berdasarkan tafalsirnya tersebut dan menuntut orang lain untuk menerapkan tafsirnya ketika suatu peristiwa hukum dialami orang lain, namun ketika peristiwa hukum yang sama terjadi pada dirinya maka dengan seenaknya yang bersangkutan tidak menerapkan tafsirnya tersebut dengan berbagai alasan. Itulah salah satu ujian integritas dalam hemat penulis.

Sebagai contoh. Ada norma hukum yang menyatakan “bersedia bekerja penuh waktu”. Maka tafsir terhadap norma ini bisa macam-macam.

Ada yang menafsirkan bekerja penuh waktu itu dengan hanya boleh mengerjakan pekerjaan terkait jabatannya tersebut dalam kurun waktu 24 (dua puluh empat) jam sehari, 7 (tujuh) hari seminggu sepanjang masa jabatannya. Bahkan sekedar menanam pisang di kebonnya sendiripun tidak boleh karena ada potensi pisang tersebut dapat menghasilkan uang.

Ada juga yang menafsirkan dengan tidak memiliki pekerjaan tetap yang lain selain pekerjaannya dalam jabatannya pada hari dan jam kerja. Bisa saja menjadi dosen tamu di perguruan tinggi pada hari Sabtu misalnya.

Namun ada juga yang menafsirkan bekerja penuh waktu itu dengan kewajiban bekerja sepanjang periodesasi masa jabatan, tidak boleh mundur sampai masa jabatan selesai, tidak boleh ikut seleksi untuk jabatan lain sampai masa jabatan yang sedang diemban selesai.

Penulis berpandangan, tafsir yang manapun silahkan saja, namun tidak bisa mengikat orang lain. Kecuali jika institusi resmi yang menafsirkannya, maka itu bersifat mengikat untuk siapapun.

Namun demikian, bagi yang memberikan tafsir maka tafsir tersebut otomatis menjadi hukum bagi dirinya dan dia terikat secara keilmuan dan etik dengan tafsirnya tersebut. Melanggar tafsirnya tersebut dalam peristiwa hukum yang nyata merupakan pelanggaran etik dan integritas.

Kembali ke Sumpah Jabatan. Terkait Sumpah Jabatan dan COVID-19 penulis memiliki tafsir bahwa seseorang yang mengucapkan sumpah jabatan dan karena Sumpah Jabatan tersebut dia mendapatkan gaji dan fasikitas dari negara maka secara otomatis yang bersangkutan sudah mengikatkan diri untuk melindungi rakyat Indonesia baik secara umum maupun secara khusus sesuai tugas pokok dan fubgsinya.

Penulis berpendapat, jika ada sesuatu yang membahayakan masyarakat yang bahaya itu berasal dari diri pejabat negara yang sudah mengucapkan Sumpah Jabatan maka pejabat tersebut wajjb untuk berusaha semampu yang bisa dia lakukan untuk melindungi warga negara dari potensi bahaya yang berasal dari dirinya tersebut.

Meneruskan pandangan tersebut, maka pejabat negara yang telah mengucapkan Sumpah Jabatan maka karena sumpahnya tersebut wajib untuk mengumumkan kepada publik jika dia terkonfirmasi positif COVID-19 karena ada bahaya yang mengancam masyarakat yang ancaman tersebut berasal dari tubuh sang pejabat yaitu virus COVID-19.

Mengumumkan secara terbuka itu berarti sang pejabat sudah berusaha melindungi warga negara lain dari potensi mengalami kondisi darurat medis yang lebih parah jika memang warga negara tersebut telah tertular dari sang pejabat.

Mengumunkan secara terbuka itu berarti sang pejabat telah berusaha melindungi warga negara lain dari potensi tertular COVID-19 karena seluruh orang yang pernah kontak dengan sang pejabat langsung seketika dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menghentikan potensi penyebaran, semisal dengan tidak berkumpul seperti keadaan normal dengan keluarganya.

Nah, sekali lagi, tentu saja tafsir penulis diatas tidak bersifat mutlak tmdan tidak mengikat bagi orang lain namun bagi penulis bersifat mengikat tentunya.

*

Dua pertimbangan utama di atas yang membawa penulis dan diamini istri untuk menghubungi beberapa teman Pemimpin Redaksi untuk memberitahu mereka bahwa baru saja penulis terkonfirmasi positif COVID-19 berdasarkan swab PCR sehari sebelumnya.

Penulis mengizinkan untuk dipublikasikan secara luas melalui media masa yang beliau-beliau pimpin dengan harapan dibaca oleh orang-orang yang pernah berinnteraksi dengan penulis setidaknya 14 (empat belas) hari terakhir dan berharap mereka segera menjalankan protokol kesehatan ketat sebagai orang yang pernah kontak erat dengan pasien positif COVID-19.

Penulis juga menyampaikan informasi tersebut melalui japri dan melalui group-group WahatsApp (WA) dan media sosial penulis.

Harapannya tentunya adalah agar penyebaran COVID-19 yang berawal dari penulis tersebut dapat dikendalikan dan bagi yang tertular dari penulis dapat segera diambil tindakan medis sehingga probabilitas kesembuhan relatif tinggi dan potensi kerusakan pada organ-organ vital dalan diantisipasi. (***)