Jatuh Bangun Hingga Jadi Rajanya Ayam Ingkung

TEPAT di barat Candi Prambanan, rumah sederhana itu menjadi tempat tinggal sosok yang memiliki semangat tinggi. Meskipun rumah (kontrakan)-nya tampak sederhana, dari rumah itu selalu menyala kehidupan masa depan yang begitu cerah dan penuh cahaya. Tentunya tak banyak yang mengenal sosok lelaki di balik rumah sederhana itu. Orang-orang sekitar dan temannya memanggil Ibat, asal Bondowoso, Jawa Timur. Dia memiliki usaha ayam ingkung yang kini sudah mulai menjadi rajanya ingkung karena kekhasan rasa dan gaya penyajiannya yang tentunya memikat selera.

Awalnya, Ibat menjadi pedagang kaki lima di sekitar SGM. Dia menjalankan usaha dengan berjualan ayam bakar, karena melihat prospek yang bagus. Tak berapa lama, dia menerima tawaran dari temannya untuk mengembangkan usaha tersebut. Dia pun membuka warung makan di daerah Sapen dengan modal dari temannya.

Baru berjalan sekitar dua bulan, sebuah masalah menghadangnya, dia ditipu oleh orang yang mempunyai lahan tempat usaha itu didirikan: tanah sengketa. Masalah tersebut mengakibatkan kerugian sebesar Rp60 juta.


Peristiwa itu tak membuat Ibat menyerah untuk mencari rezeki. Setelah itu, Ibat membuka angkringan di depan kantor Polsek Kalasan dengan proses yang mudah perizinan lokasinya. Pada waktu itu, gerobaknya tidak begitu bagus, karena hanya beli gerobak bekas sekitar Rp300 ribu. Dia memperbaiki sendiri bagian-bagian gerobak yang bisa diperbaiki. Dia merasa nestapa saat menjalankan usaha angkringan, setiap hari bolak-balik Klaten-Kalasan. Menu angkringannya dimasak di Klaten kemudian dibawa ke Kalasan.

Bahkan, suatu ketika dia sempat tidur di pinggir jalan karena belum punya tempat tinggal. Berselang beberapa bulan sembari membuka usaha angkringan di Kalasan, Ibat berhasil mengumpulkan uang sehingga bisa bayar kosan untuk ditinggali meski dengan cara berhutang pembayarannya. Selain itu, dia bisa membeli kompor. Tak berapa lama dia keluar dari kos, dia menerima tawaran polisi untuk tinggal di rumah dinas polsek setempat (Kalasan) yang kebetulan tidak digunakan.

Di samping menjalankan usaha angkringan, dia juga sudah mulai mencoba menjalankan usaha ayam ingkung. Tepatnya pada tahun 2016, Ibat bermodal 1 ayam dan untuk bumbu serta sejenisnya dari hasil pinjam ke temannya sebesar Rp50 ribu. Dirinya percaya bahwa tujuan berbisnis adalah mendatangkan uang, bukan mengeluarkan uang.

Orderan pertama dia antarkan ke Bantul. Dia merasa meskipun cuma satu ayam ingkung di antar dari Kalasan ke Bantul tidak jadi persoalan. Baginya, yang terpenting orang tahu terlebih dahulu rasa dan empuknya ayam ingkung masakannya.

Setelah berjalan beberapa bulan angkringannya ditutup. Dia fokus pada ayam ingkungnya. Meskipun fasilitas di rumah dinas itu nyaman, tapi dia ingin terus mencoba tantangan baru. “Saya merasa ingin punya gaji setiap bulan, tapi bukan menjadi PNS,” katanya di sela-sela obrolan bersamanya, Jumat (20/11/2020).

Meskipun harus jatuh bangun dari usaha ayam ingkung yang dijalankannya, tapi baginya tidak ada kata putus asa. Dari kegagalan dia banyak belajar untuk mendapatkan kesuksesan. Baginya kegagalan adalah pelajaran berharga untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, khususnya di bidang kewirausahaan yang sedang digelutinya.

Motivasinya didukung oleh dirinya sebagai seorang perantau, jadi jika jatuh maka harus segera bangkit. “Kita tidak boleh lama-lama menangisi keterpurukan karena merasa sedang berada di bawah. Kita harus cepat bergerak lagi, apalagi ada keluarga yang menjadi tanggung jawab,” tegasnya dengan menggebu-gebu dan pada matanya memancar cahaya masa depan yang berkilau terang.

Pernah suatu ketika, Ibat mendapat orderan pada suatu acara. Namun akibat macet di jalan, orderan yang diantar tiba saat acara selesai. Waktu itu, istrinya yang mengantar ke daerah Kaliurang. Dimarahi menjadi hal yang sangat lumrah, waktu itu istri Ibat hanya bisa meminta maaf dan menahan malu. Namun dari peristiwa itu tak membuat bisnis ayam ingkung tidak diminati, malah pihak keluarga yang memarahi istrinya juga memesan ayam ingkung pada Ibat lagi. Hal itu diceritakan, pemesan baru ternyata mendapat info dari orang yang pernah memarahi istri Ibat. Ini membuktikan bahwa racikan bumbu ayam ingkung Ibat yang khas memang sangat nikmat, sehingga tetap dijadikan pilihan.

Jurusan kuliah belum tentu menjamin kehidupan masa depan. Ibat yang memiliki usaha (bisnis) ayam ingkung tak lain lulusan jurusan hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Hal itu sebenarnya ditentukan oleh inisiatif dan semangat masing-masing orang dalam menjalani kehidupannya. Hal itu terbukti, pria kelahiran 1992 itu telah merasakannya. Jurusan hukum tak membuat Ibat menjadi hakim atau pengamat hukum, tetapi dia menjadi pengusaha muda di bidang kuliner yang terbilang sukses.

Dengan semangatnya yang tak pernah pupus, segala hambatan berusaha dihadapinya dengan sabar, hujan dan panas dia taklukkan. Pada akhirnya Ibat merasakan hasilnya. Orderan ayam ingkungnya semakin hari semakin banyak. Jangkauannya adalah Klaten, Magelang, Jogja sendiri, Bantul, dan Kulonprogo. Bahkan, setiap bulannya uang bersih yang diterima dari bisnisnya itu mencapai Rp50 juta meski rumahnya tampak sederhana dan tak begitu mewah. Untuk saat ini, usaha ayam ingkung Ibat masih mempekerjakan satu karyawan tetap dan selebihnya karyawan freelance dari kalangan mahasiswa yang ingin belajar hidup mandiri. Meskipun menggunakan karyawan freelance, ada dua karyawan freelance tetap untuk membantu usaha ayam ingkungnya.

Selain semangatnya yang terus berkobar, Ibat punya cara dalam memasarkan ayam ingkungnya. Tidak semata-mata hanya di-posting di akun media sosial Facebook (FB), dia juga membaca kondisi nyata di lingkungan masyarakat. Salah satunya, apabila ada yang menyelenggarakan hajatan, masyarakat biasanya memberikan roti dalam menjalankan tradisi ater di Jawa. Dari sana Ibat menawarkan ayam ingkung. Terbukti, hal tersebut ternyata menarik hati masyarakat. Sehingga Ibat semakin ramai menerima pesanan setiap harinya, mulai dari acara aqiqahan, pernikahan, dan acara-acara lainnya.

Banyak paket yang ditawarkan oleh Ibat. Setiap paket harganya sangat murah. Seperti Paket Ater 1, hanya Rp35.000, isinya ayam separo, nasi, lalapan, sambal, kremes, dan dua telur. Sedangkan untuk ayam ingkung dengan bobot 1 kg hanya bisa dinikmati dengan harga Rp75.000. (ilyas mahpu)